Kamis, 24 Apr 2025
  • Selamat Datang di Website Resmi SMAN 13 Semarang

Pentingnya Literasi dan Numerasi dalam Pembelajaran Kurikulum Merdeka

Penulis : Rahmad Ardiansyah (Guru Sejarah)

Pembelajaran abad 21 menuntut guru untuk mengembangkan pembelajaran yang adaptif, inovatif, kolaboratif, komunikatif dan kontekstual. Faktanya banyak guru yang masih tertinggal dalam adaptasi perubahan kurikulum, inovasi pembelajaran dan pembelajaran kontekstual berbasis literasi dan numerasi. Dunia pendidikan perlu berbenah dalam satuan terkecil yaitu satuan pendidikan atau individu guru guna melakukan gerakan perubahan menuju pembelajaran yang sesuai dengan kodrat zaman.

Terkait literasi dan numerasi, Programme for International Student Assessment (PISA) sebagai lembaga yang mengukur sekaligus mengevaluasi terkait kurikulum pendidikan melakukan penilaian terhadap berbagai negara salah satunya Indonesia. Tes PISA dilakukan setiap 3 tahun sekali. PISA menetapkan berdasarkan hasil tes bahwa Indonesia berada pada urutan 74 pada bidang literasi dan 73 pada bidang numerasi dari 79 negara partisipan. Seharusnya tes PISA dilakukan kembali pada tahun 2021 namun terhalang Covid 19. Hasil menunjukkan bahwa Indonesia belum mampu membentuk peserta didik yang memiliki daya nalar, literasi dan numerasi yang baik. Bahkan ditingkat ASEAN, hasil tes PISA Indonesia berada dibawah Malaysia dan Brunei Darussalam.

Berikut adalah riwayat PISA Indonesia dari keikut sertaan di tahun 2000 hingga 2018 :

  • Tahun 2000 : Peringkat 39 dari 41 negara
  • Tahun 2003 : Peringkat 38 dari 41 negara
  • Tahun 2006 : Peringkat 50 dari 57 negara
  • Tahun 2009 : Peringkat 60 dari 65 negara
  • Tahun 2012 : Peringkat 62 dari 65 negara
  • Tahun 2015 : Peringkat 62 dari 72 negara
  • Tahun 2018 : Peringkat 73 dari 79 negara

Pemerintah nampaknya mulai memfokuskan literasi dan numerasi yang tergambar dalam Asesmen Nasional dan tertuang pada Rapor Pendidikan. Dalam 6 aspek yang tertera pada Rapor Pendidikan dapat dilihat capaian literasi dan numerasi dalam satuan pendidikan. Sayangnya masih banyak sekolah yang kurang memperhatikan Rapor Pendidikan sebagai basis data perbaikan mutu pendidikan. Asesmen Nasional dilakukan pada jenjang kelas 5, 8 dan 11 pada jenjang SD, SMP dan SMA. Asesmen Nasional cukup menggambarkan tingkat literasi dan numerasi sebagai bahan evaluasi sekolah.

Literasi adalah kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis. Pada paradigma lama, literasi diidentikkan sebagai kemampuan membaca dan menulis, namun pada perkembangannya literasi dimaknai sebagai upaya memaknai proses membaca dan menulis serta pembelajarannya.

Dalam rapor pendidikan literasi dimaknai sebagai peserta didik memahami, menggunakan, mengevaluasi, merefleksikan berbagai jenis teks untuk menyelesaikan masalah dan mengembangkan kapasitas individu sebagai warga Indonesia dan warga dunia agar dapat berkontribusi secara produktif di masyarakat. Dalam definisi tersebut membaca dimaknai secara luas tidak hanya memperoleh informasi namun juga memahami hingga merefleksikan berbagai jenis teks. Kini literasi berkembang menjadi enam macam literasi diantaranya literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan.

Data dari republika.co.id menyebutkan bahwa data Rapor Pendidikan 2023 menunjukkan, sebanyak 61,53 persen murid sekolah dasar, 59 persen murid sekolah menengah pertama, dan 49,26 persen murid sekolah menengah atas memiliki kompetensi literasi di atas standar minimum. Melihat data itu, masih ada murid di Indonesia yang masih perlu ditingkatkan kompetensi literasinya.

Pengintegrasian literasi pada mata pelajaran menjadi hal yang sangat penting dilakukan guna meningkatkan hasil literasi pada satuan pendidikan. Pandangan bahwa literasi hanya untuk pelajaran Bahasa Indonesia adalah sepenuhnya salah. Semua pelajaran dapat menerapkan literasi bahkan pada pelajaran yang dominan dengan menghitung sekalipun. Selain proses pembelajaran, asesmen juga menjadi satu hal penting pada literasi. Asesmen dapat merangsang anak agar terbiasa membaca bacaan panjang pada stimulus, menyimpulkan, mengevaluasi hingga memaknai untuk selanjutnya mendapat informasi penting dan solusi dalam asesmen.

Disisi lain, numerasi adalah kecakapan untuk menggunakan berbagai angka dan simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari. Terdapat banyak pandangan keliru dalam memaknai numerasi seperti :

  • Numerasi hanya untuk mata pelajaran berhitung seperti matematika, fisika, ekonomi dan lain – lain
  • Mata pelajaran yang cenderung mengandalkan teks seperti bahasa maupun sosial tidak perlu menerapkan numerasi
  • Berhitung sudah pasti literasi

Pandangan – pandangan tersebut perlu dibenahi. Numerasi sangat erat dengan konsep matematis sehingga mata pelajaran seperti matematika, kimia, fisika dan ekonomi akan sangat mudah melaksanakan numerasi baik pada pembelajaran maupun asesmen. Namun, konsep berhitung dasar belum bisa disebut numerasi apabila belum dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari – hari. Mata pelajaran seperti sejarah, pendidikan Pancasila, maupun agama sekalipun dapat menerapkan numerasi dengan kadar tertentu.

Sayangnya, prestasi numerasi di Indonesia pun kurang lebih hampir sama dengan pretasi literasi berdasarkan hasil PISA. Budaya literasi dan numerasi di Indonesia masih menjadi catatan penting untuk diperbaiki. Apalagi ketika terjadi covid 19 yang mengakibatkan learning loss atau ketertinggalan pembelajaran. Anggapan bahwa membaca adalah hal yang membosankan menjadi salah satu alasan rendahnya literasi dan numerasi. Generasi Z lebih menyukai segala hal berbau instan dalam memperoleh informasi.

Nadiem Makarim melalui Kurikulum Merdeka menekankan literasi dan numerasi sebagai hal penting dalam kurikulum. Hal tersebut terwujud dalam beberapa kebijakan dalam Kurikulum Merdeka diantaranya

1. AKM (Asesmen Kompetensi Minimum)

Melalui Kurikulum Merdeka, siswa diharapkan mengembangkan literasi dan numerasi. Hal tersebut dapat terealisasi melalui kegiatan kemampuan analisis seperti berpikir kritis pada kegiatan analisis kognitif siswa. Kurikulum Merdeka mendorong agar sekolah menerapkan soal – soal AKM agar siswa berpikir kritis dalam menjawab permasalahan di soal.

2. Asesmen Nasional

Asesmen Nasional (AN) dilakukan satu tahun sekali yang dilakukan pada kelas 5, 8, dan 11 melalui sample siswa secara acak. AN sendiri menjadi salah satu cara untuk melihat kualitas belajar, proses hingga lingkungan belajar siswa. Beberapa instrumen dari AN antara lain Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Lingkungan Belajar (Sulingjar) dan Survei Karakter. Tiga komponen tersebut menjadi kompetensi dasar siswa terhadap masyarakat dan menjadikan mereka pembelajar sepanjang hayat.

3. Rapor Pendidikan

Rapor Pendidikan memiliki fungsi sebagai alat ukur komperhensif dalam menampilkan kondisi satuan pendidikan. Sajian data yang ada di Rapor Pendidikan diharapkan menjadi pendorong sekolah untuk merefleksi dan memperbaiki mutu pendidikan. Rapor Pendidikan bersumber pada Asesmen Nasional sebagai basis data. Pembenahan sekolah dapat secara akurat dilakukan melalui Rapor Pendidikan. Pada Rapor Pendidikan terdapat ringkasan yang dapat memudahkan dalam membaca data AN, halaman akar masalah, hingga inspirasi benahi untuk memantik perencanaan pembenahan.

Ketiga alat ukur diatas menjadi dasar untuk menilai kondisi sekolah sekaligus menjadi dasar membaca sejauh mana literasi dan numerasi di sekolah. Harapannya, sekolah dapat memanfaatkan data tersebut untuk menerapkan peningkatan persentase literasi dan numerasi pada satuan pendidikan sehingga diharapkan meningkat pula nilai literasi numerasi nasional.

BBGP Jawa Tengah dalam rangka mendorong naiknya kompetensi literasi dan numerasi menyelenggarakan diklat “Pelatihan Literasi dan Numerasi bagi Guru Jenjang SD/SMP/SMA” selama lima hari pada tanggal 13 – 17 November 2023 di Hotel Harris dan Room Inc, Kota Semarang. Sebanyak 900 orang dengan sasaran Satuan Pendidikan jenjang SD, SMP dan SMA di 35 Kab/Kota di Provinsi Jawa Tengah termasuk diantaranya SMAN 13 Semarang sebagai Sekolah Penggerak. Selama lima hari tersebut perwakilan dari sekolah diberikan bekal tentang literasi dan numerasi dengan harapan akan ditindaklanjuti dengan melaksanakan pengimbasan di sekolah masing – masing.

Dokumentasi

Referensi :

https://thariq.sch.id/pisa-dan-sistem-pendidikan-indonesia-tahukah-kamu-apa-itu-pisa/

https://news.republika.co.id/berita/s2yksc349/rapor-pendidikan-2023-kompetensi-literasi-murid-perlu-ditingkatkan

penulis
Rahmad Ardiansyah

Tulisan Lainnya

IMPLEMENTASI BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH
Oleh : Rahmad Ardiansyah

IMPLEMENTASI BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH

0 Komentar

KELUAR