Era pandami menjadi pemantik digitalisasi dunia pendidikan. Indonesia seakan tergagap menghadapi perubahan cara hidup baru (new normal) terlebih di dunia pendidikan dari konvensional menuju daring. Perubahan drastis mengharuskan dunia pendidikan berbenah, bukan hanya cara mengajar namun juga mindset pendidik dituntut untuk cepat beradaptasi dengan keadaan. Digitalisasi pendidikan memang sudah berjalan, pandemi mempercepat keadaan menuntut dunia pendidikan untuk mengejar ketertinggalan dengan kemajuan teknologi pendidikan negara lain.
Namun, banyak hambatan dialami. Dari gadget siswa yang belum mendukung, jaringan telekomunikasi yang tidak merata, kompetensi guru dalam adaptasi dengan keadaan hingga masalah psikologi anak yang mengharuskan dipaksa belajar menjadi bebas belajar. Loss learning menjadi istilah yang menggambarkan keadaan di era pandemi. Keadaan seperti ini hampir merata di berbagai daerah. Berbagai upaya dilakukan dengan modifikasi pembelajaran, penerapan pembelajaran daring bervariasi hingga memberi video interaktif guna mendongkrak semangat belajar siswa layaknya sebelum pandemi. Dua tahun berlalu pandemi mereda, pembelajaran tatap muka mulai di jalankan. Guru dan siswa semangat kembali menjalani kebiasaan normal.
Pembelajaran tatap muka yang sangat dinanti layak untuk disikapi dengan positif. Dunia pendidikan kembali ke jalur yang semestinya. Namun, apakah harus kembali ke kebiasaan lama? Tentu dunia pendidikan harus berbenah, dunia pendidikan harus mengambil pelajaran dari dua tahun pandemi menjalankan pembelajaran daring. Bukan tidak mungkin akan ada gelombang pandemi berikutnya. Apabila sudah mengetahui kemungkinan terburuk sangat pantas dunia pendidikan untuk berbenah menuju sistem baru mengantisipasi permasalahan didepan. Digitaliasasi pendidikan mungkin adalah jalan menuju pendidikan yang lebih maju. Digitalisasi pendidikan memberikan akses seluas luasnya baik kepada pendidik maupun siswa dalam penerapan sistem pembelajaran. Digitalisasi pendidikan membuka sekat yang selama ini menjadi penghambat pembelajaran seperti belajar harus di ruangan, belajar harus berdasarkan teks, belajar harus terikat waktu dan lain sebagainya. Dengan adanya digitalisasi pendidikan maka dunia pendidikan akan semakin fleksibel dan memiliki banyak variasi.
Lalu bagaimana melakukan kolaborasi pembelajaran tatap muka dan mendigitalisasi pendidikan? Jawabannya ada di kompetensi masing – masing guru dibarengi dengan jaringan telekomunikasi yang mendukung. Guru merupakan jantung pendidikan. Guru menjadi nahkoda arah pembelajaran. Maka, dengan guru yang berwawasan iptek sesuai mapelnya, akan memunculkan guru – guru kreatif melakukan kolaborasi digital dan tatap muka. Sebagai contoh pembelajaran berbasis video youtube, membuat quiz online, membuat kelas maya hingga evaluasi secara daring di ruang kelas. Kompetensi guru yang memiliki skill iptek juga harus didukung dengan jaringan telekomunikasi yang baik. Saat ini jaringan internet menjadi urat nadi telekomunikasi. Jaringan internet tidak bisa lepas dari kehidupan sehari – hari. Maka sangat penting untuk sebuah lembaga pendidikan menyediakan akses jaringan internet yang layak sebagai pendukung keleluasaan guru dalam memodifikasi dan menerapkan campuran pendidikan konvensional dan pendidikan berbasis teknologi. Pada akhirnya semua harus beradaptasi dan selalu menyesuaikan perubahan tak terkecuali pada bidang pendidikan.
Penulis : Rahmad Ardiansyah