Sejarah Tanam Paksa (Cultuurstelsel) : Latar Belakang, Tujuan dan Dampaknya
Anda disini : Beranda - Materi + Tugas - Sejarah Tanam Paksa (Cultuurstelsel) : Latar Belakang, Tujuan dan Dampaknya
Pemerintah Hindia Belanda menerapkan sistem tanam paksa pada 1847 yang dipelopori oleh Johannes Van Den Bosch yang menjabat sebagai gubernur jenderal Hindia Belanda. Sistem tanam paksa mewajibkan penanaman tanaman ekspor yang laku di pasaran dan dipaksa menyerahkan hasil tanam hanya kepada pemerintah kolonial Hindia Belanda. Selain diterapkan di Jawa, sistem tanam paksa juga diterapkan di Minahasa, Lampung dan Palembang.
Latar Belakang Tanam Paksa
Ada beberapa hal yang melatarbelakangi kebijakan tanam paksa diantaranya :
Belanda mengalami krisis ekonomi pasca kejayaan Napoleon Bonaparte (1803-1815) di Eropa
Terjadinya perang kemerdekaan Belgia yang menyebabkan pemisahan wilayah pada tahun 1830
Besarnya biaya untuk menumpas Pemberontakan Diponegoro (Perang Jawa)
Kas Belanda kosong dan utang Belanda yang sangat banyak
Pemasukan dari penanaman kopi tidak cukup untuk menutupi kekosongan keuangan
Kegagalan praktik liberalisasi dalam mengeruk keuntungan tanah jajahan Hindia Belanda
Aturan Tanam Paksa
Dari berbagai latar belakang diatas, pada akhirnya gubernur jenderal Van Den Bosch memutuskan untuk melaksanakan tanam paksa. Berikut adalah ketentuan dari tanam paksa :
Diadakan persetujuan dengan penduduk agar mereka menyediakan sebagian tanah untuk ditanam tanaman ekspor
Tanah yang disediakan tidak melebihi seperlima dari tanah yang dimiliki
Pekerjaan tanaman tidak melebihi pekerjaan untuk menanam padi (3-4 bulan)
Tanaman yang disediakan penduduk bebas dari pajak tanah
Harga tanaman disesuaikan dengan harga dari pemerintah kolonial
Kegagalan panen ditanggung pemerintah
Bagi yang tidak memiliki tanah, maka diharuskan bekerja di perkebunan atau pabrik milik pemerintah sleama tidak lebih dari 65 hari dalam setahun
Pelaksanaan tanam paksa diwakili pemimpin pribumi. Pegawai Eropa hanya sebagai pengawas secara umum.
Penyimpangan Tanam Paksa
Secara umum aturan yang dibuat pemerintah kolonial Hindia Belanda tidaklah memberatkan pribumi. Namun, di lapangan banyak penyimpangan yang dilakukan sehingga praktek tanam paksa menjadi sangat memberatkan pribumi. Berikut adalah praktek penyimpangan tersebut :
Jatah tanah untuk tanam paksa melebehi seperlima dari tanah garapan dan melebihi apabila tanahnya tidak subur
Rakyat lebih banyak mencurahkan pada tanaman ekspor sehingga ladang miliknya terbengkalai
Rakyat yang tidak memiliki tanah bekerja melebihi ketentuan seperlima tahun.
Waktu pekerjaan tanam paksa melebihi batas waktu tanam padi (3 bulan) karena perkebunan memerlukan perawatan yang terus menerus.
Kegagalan panen dibebankan kepada pemilik tanah
Adanya aturan cultuurprocenten (bonus kepada pemimpin pribumi yang melebihi ketentuan) yang semakin memberatkan pemilik tanah
Penyimpangan – penyimpangan yang terjadi semakin memberatkan rakyat. Akibatnya, terjadi kelaparan dan gagal panen. Wabah penyakit juga muncul akibat banyaknya kematian akibat kelaparan sehingga jumlah penduduk menurun tajam.
Penghapusan Tanam Paksa
Sistem tanam paksa mendapatkan banyak kecaman. salah satu tokoh yang mengecam adalah Douwes Dekker dalam tulisannya yang menyamar sebagai Multatuli. Douwes Dekker menulis buku berjudul Max Havelaar yang berisi tentang tuntutan kepada pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan rakyat Hindia Belanda karena Hindia Belanda berdiri karena hasil dari keringat rakyat pribumi.