VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) merupakan kongsi dagang Belanda yang mampu menguasai Nusantara pada abad ke 17. Selama menjajah di Indonesia banyak kontroversi yang dilakukan oleh VOC. Berikut ini tim sma13smg akan mengulas mengenai sejarah VOC di Indonesia.
VOC didirikan oleh Johan Van Oldenbarnevelt pada tahun 1602 yang dilatarbelakangi adanya persaingan dagang antar pedagang Belanda. Keberadaan VOC menjadi sangat menguntungkan bagi Belanda mengingat VOC menjadi pemasukan terbesar Belanda. Berdirinya VOC diawali dari modal pertama sebanyak 6,5 miliar gulden oleh 17 direktur yang kemudian dikenal sebagai Heeren Zeventien. Kantor perdana VOC terletak di Banten dengan pimpinan Francois Wittert. Tujuan pembentukan VOC :
Setelah mengalami perkembangan yang pesat VOC menghadapi masalah dengan pedagang Spanyol dan Portugis. Hal tersebut membuat pemerintah Belanda memberikan Hak Octroi (hak istimewa) kepada VOC. Hak octroi memberikan akses penuh kepada VOC layaknya sebuah kerajaan.
Isi hak octroi adalah sebagai berikut :
Hak octroi bertujuan untuk menyingkirkan Portugis dan Spanyol menguasai Nusantara serta memaksa penguasa Jawa untuk hanya berdagang dengan VOC. Dengan adanya hak octroi ini VOC menjadi kongsi dagang yang paling cepat perkembangannya.
Pieter Both menjabat sebagai gubernur jenderal VOC pada tahun 1610-1614. Kebijakan Pieter Both adalah memindahkan pusat VOC dari Ambon ke Jayakarta yang berada di bawah wilayah Banten. Pertimbangan pemindahan wilayah diantaranya karena letak strategis dan lebih mudah mengalahkan Portugis di Malaka.
Masa pemerintahan Jan Pieterszoon Coen menjabat sebagai gubernur jenderal pertama pada 1619 – 1623 dan kedua pada 1627 – 1629. Kebijakan J.P. Coen yang paling berpengaruh adalah menghasut Ranamenggala sebagai penguasa Banten untuk memecat Pangeran Jayakarta sekaligus menutup kantor dagang EIC. Selain itu J.P Coen juga mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia.
Dalam menjalankan pemerintahannya, banyak pro dan kontra kebijakan yang dikeluarkan oleh VOC. Berikut adalah kebijakan ekonomi VOC.
Hak ekstripasi merupakan hak untuk menebang dan membakar rempah – rempah dengan tujuan menstabilkan harga rempah – rempah.
Contingenten adalah kebijakan wajib pajak yang harus dibayarkan sesuai nominal yang telah ditentukan VOC. Pajak ini berupa hasil bumi. Sayangnya tidak ada sistem ganti rugi apabila terjadi kegagalan panen.
Verplichte Leverentie adalah kebijakan menyerahkan hasil bumi hanya kepada VOC.
Pelayaran hongi adalah ekspedisi pengawasan perdagangan di wilayah Ambon, Maluku, Seram dan Ternater Tidore untuk mencari transaksi perdagangan gelap dari para pedagang. Kebijakan ini bertujuan untuk mengontrol perdagangan sekaligus mengawasi jalannya monopoli.
Pada Desember 1780 terjadi perang antara Belanda dan Inggris, Konflik ini mengakibatkan krisis keuangan hingga VOC tidak mampu lagi menanggung biaya yang diajukan. Pada perkembangannya VOC mulai mengalami penurunan pemasukan hingga membutuhkan bantuan dari luar. VOC menjadi ketergantungan terhadap bantuan – bantuan pinjaman dari luar. VOC tetap berdiri namun mengharuskan melakukan pemberhentian direksi, pegawai yang dikurangi, pembongkaran kantor dan meminimalisir kegiatan perdagangan.
Akibat kekalahan Belanda mengharuskan kantor VOC diduduki pemerintah Inggris. Kekacauan ini mengakibatkan kegiatan perdagangan VOC terganggu dan diperparah oleh perlawanan yang dilakukan bangsa Indonesia hingga terjadinya reorganisasi besar – besaran