Sultan Nuku dengan nama lengkap Sultan Nuku Muhammad Amiruddin merupakan salah satu pejuang dari Maluku yang memperjuangkan kedaulatan Kesultanan Tidore. Sultan Nuku dikenal sebagai sultan yang mampu mengusir penjajah di wilayah Maluku. Bahkan Sultan Nuku memiliki julukan Lord of Fortune oleh Inggris.
Sultan Nuku lahir pada 1738 di Soasiu, Tidore, Maluku Utara. Sultan Nuku merupakan anak dari Sultan Jamaluddin dengan gelar Muhammad Amiruddin Kaicil Paparangan. Ia terkenal sebagai sultan yang berani dan menentang segala bentuk penindasan serta ketidakadilan. Pada masa perjuangannya, Sultan Nuku memiliki juluka Jou Barakati atau Panglima Perang ketika melawan VOC. Ia memiliki cita – cita untuk membebaskan Maluku Utara dari penjajah asing. Dalam perjuangannya, Nuku berhasil mempersatukan wilayah Seram dan Irian Jaya untuk melawan VOC.
Pada tahun 1650, VOC berhasil menguasai Maluku dan memaksa para sultan di wilayah tersebut untuk menandatangani perjanjian. Pada tahun 1779, VOC menangkap Sultan Jamaluddin, ayah dari Sultan Nuku yang dituduh bersekongkol dengan penyelundup – penyelundup dan melanggar perjanjian. Selain itu, VOC juga tidak diperbolehkan mendirikan kantor dagang di Tidore oleh Sultan Jamaluddin. Maka, Sultan Jamaluddin ditangkap dan diasingkan ke Batavia. Belanda kemudian mengangkat Gaizira, paman dari Jamaluddin sebagai wakil Sultan Tidore.
Setelah wafatnya Gaizira, VOC melancarkan politik devide et impera atau politik adu domba dengan menetapkan Patra Alam (anak dari Gaizira) sebagai pengganti Gaizira. Pengangkatan ini menimbulkan protes dari putra Jamaluddin, Nuku dan Kamaluddin. Keduanya menganggap mereka lebih berhak memegang tahta Kesultanan Tidore.
Berkat kecerdikan Nuku, Patra Alam mampu dimakzulkan sehingga VOC mengangkat Kamaluddin sebagai sultan. Namun, Nuku memprotes kebijakan tersebut yang menganggap melangkahi putra yang lebih tua. Nuku menganggap Kamaluddin hanya boneka VOC yang dimanfaatkan sebagai perpanjangan tangan VOC. Pada perkembangannya, Nuku kemudian memimpin rakyat Maluku untuk melawan VOC. Nuku bersama pejuang Maluku bekerjasama dengan rakyat Papua dibawah pimpinan Raja Ampat dan orang – orang Gamrange dari Halmahera.
Dalam perlawanan terhadap VOC, Nuku juga menggunakan politik devide et impera juga dengan mempengaruhi Inggris untuk membantunya melawan VOC. Cara ini terbukti ampuh sehingga VOC mampu diusir dengan bantuan persenjataan yang lengkap dari pasukan Inggris. Setelah kalah, VOC mengajukan perundingan dengan Sultan Nuku. VOC menawarkan kekuasaan Sultan Kamaluddin apabila bersedia. Namun, Nuku menolak dan semakin menggiatkan serangan kepada VOC dengan pasukan Kesultanan Tidore yang masih setia.
Pada tahun 1796, Sultan Nuku berhasil merebut pulau Banda. Setahun kemudian, Kesultanan Tidore dibawah Sultan Kamaluddin juga ikut direbut sehingga Sultan Kamaluddin melarikan diri ke Ternate. Sepeninggal Sultan Kamaluddin, rakyat Tidore menunjuk Sultan Nuku menjadi Sultan Tidore dengan gelar “Sri Paduka Maha Tuan Sultan Saidul Jehad el Ma’bus Amirruddin Syah Kaicil Paparangan”.
Sultan Nuku terus menerus menggempur pertahanan VOC di Ternate hingga pada tahun 1801 wilayah Ternate mampu direbut dari VOC. Wilayah kekuasaan Sultan Nuku pun meluas hingga
Halmahera Tengah dan Timur, Makian, Kayoa, Kepulauan Raja Ampat, Papua Daratan, Seram Timur, Kepulauan Keffing, Geser, Seram Laut, Kepulauan Garang, Watubela dan Tor. Setelah Sultan Nuku mampu membebaskan Ternate dan Tidore dari cengkraman VOC, Sultan Nuku meninggal pada 14 November 1805 pada umur ke 67 tahun. Untuk menghargai jasanya, Sultan Nuku diangkat menjadi Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 071/TK/1995 pada 7 Agustus 1995.