Kamis, 28 Nov 2024
  • Selamat Datang di Website Resmi SMAN 13 Semarang

Dampak Penjajahan Jepang di Indonesia : Bidang Politik, Ekonomi dan Sosial Budaya

Masa pendudukan Jepang membawa dampak yang sangat luas terhadap kehidupan politik, ekonomi dan sosial budaya bangsa Indonesia. Berikut adalah penjelasannya :

1. Bidang Politik

Sejak awal pendudukannya di Indonesia, Jepang melarang segala aktifitas politik seperti organisasi politik, organisasi sosial, maupun organisasi keagamaan serta mengganti organisasi tersebut dengan organisasi bentukan Jepang. Satu – satunya organisasi yang tidak dibubarkan adalah Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang telah berdiri sejak masa Hindia Belanda. MIAI berkembang dengan pesat karena mendapatkan simpati dari masyarakat. Karena mengancam kepentingan Jepang, maka MIAI dibubarkan pada 1943 dan menggantinya dengan Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) yang dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy’ari.

Jepang juga membatasi pergerakan dari tokoh pergerakan yang bersifat nonkooperatif dengan mengawasi secara ketat melalui polisi rahasia kempetai. Kempetai juga turun di masyarakat guna menghukum siapa saja yang tidak pro terhadap Jepang dengan menghukum tanpa proses pengadilan. Hak asasi manusia pada masa pendudukan Jepang nyaris tidak berlaku. Berikut adalah hal – hal yang dilakukan Jepang untuk menarik simpati penduduk Indonesia :

  1. Mendorong Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dan melarang penggunaan Bahasa Belanda
  2. Membentuk kerjasama dengan tokoh nasionalis melalui Gerakan Tiga A
  3. Membentuk organisasi Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dan menempatkan empat serangkai yaitu Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur sebagai pemimpinnya. Organisasi ini bertujuan menyatukan potensi masyarakat untuk kepentingan Jepang. Namun, organisasi Putera justru dimanfaatkan para tokoh nasionalis untuk menanamkan nasionalisme. Setelah melihat Putera lebih bermanfaat pada kepentingan Indonesia, maka Putera dibubarkan oleh pemerintah Jepang.
  4. Membentuk Badan Pertimbangan Pusat atau dinamakan Chuo Sangi In pada 1 Agustus 1943. Tugas dari Chuo Sangi In adalah memberikan saran atau tindakan yang dapat diambil oleh pemerintah Jepang serta menjawab pertanyaan terkait masalah – masalah politik.
  5. Mendirikan Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa) pada tahun 1944. Berbeda dengan organisasi yang lain, Jawa Hokokai dipimpin oleh seorang gunseikan atau kepala pemerintahan karena merupakan organisasi resmi pemerintah.

2. Bidang Ekonomi

Pada bidang ekonomi, kebijakan Jepang secara umum sama dengan negara imperialis lainnya. Melalui semboyan “Negara Makmur, Militer Kuat” Jepang memiliki tujuan menjadikan Indonesia sebagai salah satu basis militer serta wilayah industri. Untuk itu, Jepang mulai mengeksploitasi segala sumber daya yang tersedia untuk kepentingan perang. Hal ini terlihat dari hal – hal berikut :

  1. Menyita aset – aset ekonomi yang penting
    Jepang menyita seluruh hasil perkebunan (teh, kopi, karet, dan tebu), pabrik, bank dan perusahaan – perusahaan yang penting. Hal tersebut berdampak pada banyaknya lahan pertanian yang terbengkalai akibat kebijakan difokuskan kepada ekonomi dan industri perang. Akibatnya terjadi krisis pangan, kemiskinan, dan kelaparan.
  2. Melakukan pengawasan ketat dalam bidang ekonomi
    Jepang mengawasi secara ketat kegiatan ekonomi. Sanksi berat dilakukan pada penggunaan dan peredaran sisa – sisa persediaan barang. Pengawasan ketat dimaksudkan agar tidak terjadi meningkatnya harga barang.
  3. Kebijakan self sufficiency
    Agar tidak membebani keuangan pusat, Jepang menerapkan self sufficiency atau kebijakan pemenuhan kebutuhan sendiri di satu wilayah. Dampak dari kebijakan ini adalah terputusnya hubungan ekonomi antar wilayah.
  4. Setoran wajib, romusha, merosotnya harga pangan dan kelaparan
    Karena terdesak memanasnya keadaan perang di tahun 1944, Jepang melalui Jawa Hokokai menginstruksikan kepada rakyat untuk menyerahkan bahan makanan sebanyak 30% untuk pemerintah, 30% untuk lumbung desa, dan 40% untuk hak miliknya. Akibatnya segala sektor menurun drastis. Kondisi diperparah dengan kewajiban kerja paksa (romusha) bagi tenaga kerja usia produktif. Akibat adanya romusha, banyak lahan pertanian terbengkalai yang menyebabkan efek berantai seperti kurangnya bahan pangan, munculnya wabah penyakit, hingga roda ekonomi benar – benar lumpuh. Untuk mengatasi hal ini, Jepang mendirikan kumiyai yaitu koperasi yang bertujuan untuk kepentingan bersama dan mengenalkan sistem pertanian line system yaitu sistem pertanian secara efisien. Namun nyatanya perekonomian rakyat tetap terpuruk.

3. Bidang Sosial

Munculnya Sistem Romusha

Selain perekonomian yang terpuruk akibat kebijakan ekonomi perang Jepang, pengerahan tenaga kerja melalui romusha juga berdampak negatif pada perkembangan sosial masyarakat Indonesia. Romusha dimobilisasi untuk pembangunan saran perang tidak hanya di Indonesia saja melainkan di Burma, Muangthai (Thailand), Vietnam dan Malaysia. Selain romusha, juga diterakpkan jugun ianfu yaitu merekrut para perempuan untuk dijadikan penghibur bagi tentara Jepang.

Pendidikan

Selama pendudukan Jepang, kondisi pendidikan menurun drastis bila dibandingkan masa Hindia Belanda. Kegiatan perguruan tinggi juga sempat terhenti beberapa saat. Baru pada tahun 1943 pendidikan perguruan tinggi mulai dibuka kembali. Para pelajar diberikan slogan Hakko Ichiu, yang berarti Delapan Penjuru Dunia Di Bawah Satu Atap. Satu atap yang dimaksud adalah di bawah Kekaisaran Jepang. Ajaran Hakko Ichiu ditujukan sebagai doktrin dari pihak Jepang.

Penggunaan Bahasa dan Stratifikasi Sosial

Meskipun kebijakan Jepang banyak yang negatif, terdapat beberapa kebijakan positif yang dapat dirasakan bangsa Indonesia, salah satu diantaranya adalah diharuskannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Selama masa penjajahan Jepang, Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang pesat. Selain itu, terbentuk sistem stratifikasi baru dari masa Hindia Belanda dimana pribumi menjadi golongan diatas bangsa Eropa dan Timur Asing.

4. Bidang Kebudayaan

Sebagai negara fasis, Jepang menerapkan disiplin yang tinggi. Jepang sangat hormat kepada kaisarnya. Hal inilah yang ingin diturunkan Jepang kepada bangsa Indonesia. Jepang mewajibkan rakyat Indonesia untuk membungkukkan badan sedalam – dalamnya ke arah matahari terbit atau dinamakan Seikeirei. Hal ini kemudian memunculkan protes pada 1944 oleh kalangan pesantren di Tasikmalaya. Pengaruh Jepang banyak terlihat pada lagu, film, drama, sebagai bentuk propaganda Jepang.

Pemerintah Jepang juga mendirikan pusat kebudayaan yang bernama Keimin Bunkei Shidoso sebagai wadah perkembangan kesenian Indonesia. Namun, organisasi ini dimanfaatkan Jepang untuk mengawasi dan mengarahkan seniman agar karyanya tidak menyimpang dan melawan Jepang. Disisi lain, muncul buku – buku karya sastra yang dibiarkan berkembang karena tidak bertentangan dengan Jepang seperti Cinta Tanah Air karya Nur Sutan Iskandar, Palawija karya Karim Halim, dan Angin Fuji karya Usmar Ismail. Sebaliknya, karya sastra yang bertentangan dengan Jepang dilarang dan penulisnya dimasukkan ke penjara seperti karya sastra Siap Sedia karya Chairil Anwar.

KELUAR