Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) adalah sebuah dokumen penting dalam sejarah Indonesia yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966. Dokumen ini memberikan kekuasaan yang luas kepada Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan apapun yang dianggap perlu untuk menstabilkan situasi politik di Indonesia pada saat itu.
Supersemar dikeluarkan pasca terjadinya peristiwa G30S/PKI yang menimbulkan kekacauan dan ketidakstabilan politik di Indonesia. Soekarno yang saat itu masih menjabat sebagai presiden, merasa bahwa situasi krisis sangat mengkhawatirkan dan membutuhkan tindakan cepat untuk menstabilkan situasi politik di Indonesia.Dengan Supersemar menandai adanya peralihan kekuasaan dari Soekarno masa Orde Lama ke Soeharto menuju masa Orde Baru.
Supersemar terjadi akibat adanya gejolak krisis pasca G30SPKI. Dalam peristiwa tersebut PKI dianggap sebagai dalang dibalik usaha pembunuhan tujuh jenderal. Hal ini kemudian menimbulkan reaksi dari mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada Oktober 1965. Selain itu terdapat organisasi – organisasi lain seperti Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), KABI, KASI, KAWI dan KAGI yang kesemuanya tergabung dalam Front Pancasila yang mendapat perlindungan dari tentara.
Kelompok mahasiswa tersebut mengajukan tuntutan yang tergelar dalam unjuk rasa pada 12 Januari 1966 di halaman Gedung DPR-GR yang dinamakan Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat). Berikut isi tiga tuntutan tersebut :
Demonstrasi besar-besaran kembali terjadi pada 11 Maret 1966, yang dilakukan di depan Istana Negara dan didukung oleh tentara.
Berikut adalah kontroversi seputar Supersemar :
Dengan disahkannya Supersemar sebagai mandat kepada Soeharto untuk mengamankan krisis pasca G30SPKI, Supersemar memiliki implikasi yang sangat besar bagi sejarah Indonesia.