Rabu, 30 Jul 2025
  • Selamat Datang di Website Resmi SMAN 13 Semarang

Agresi Militer Belanda II : Latar Belakang, Kronologi dan Penyelesaiannya

Pasca kemerdekaan Republik Indonesia, Belanda menginginkan kembali wilayah jajahannya untuk dikuasai kembali. Selama 1945 hingga 1949 terjadi dua kali serangan untuk meruntuhkan Republik Indonesia yaitu Agresi Militer Belanda I atau Operatie Product dan Agresi Militer Belanda II atau Operatie Kraai. Setelah berhasil menguasai ibu kota Jakarta pada Agresi Militer Belanda I 21 Juli – 5 Agustus 1947. Indonesia kemudian menyetujui perjanjian Renville dimana ibu kota Indonesia berpindah ke Yogyakarta.

Belanda kembali melakukan penyerangan kepada ibu kota Republik Indonesia di Yogyakarta pada 19 – 20 Desember 1948 karena merasa tidak puas dengan Perjanjian Renville. Serangan pun meluas hingga ke beberapa kota di Jawa dan Sumatera. Tujuan dari Agresi Militer Belanda II adalah melumpuhkan pusat pemerintahan dan menghapuskan Indonesia dari peta dunia.

Kronologi Agresi Militer Belanda II

Agresi Militer Belanda II diawali dari pendaratan pasukan Belanda di Pangkalan Udara Maguwo pada 19 Desember 1948 yang diikuti oleh masuknya Belanda ke Yogyakarta. Belanda secara tiba – tiba menggempur pangkalan udara tersebut. Pangkalan Udara Maguwo lumpuh, sehingga Belanda dengan mudah menguasai Yogyakarta. Pemimpin Indonesia saat itu, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta ditangkap oleh Belanda. Tokoh – tokoh lain seperti Sutan Syahrir, Agus Salim, Mohammad Roem dan AG Pringgodigdo juga ikut ditangkap. Mereka kemudian diasingkan ke Pulau Sumatera dan Pulau Bangka.

Pembentukan Pemerintahan Darurat di Bukit Tinggi

Sebelum penangkapan, Presiden Soekarno mengirim surat kepada Menteri Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk pemerintahan darurat sementara. Soekarano memberikan mandat kepada Syafruddin Prawiranegara untuk mendirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatera Barat. Tujuan dari penunjukan ini adalah agar dunia mengetahui bahwa Indonesia masih ada sekaligus untuk terus menyusun strategi melawan Belanda.

Soekarno juga sudah mempersiapkan apabila pemerintahan darurat ini gagal yaitu dengan menunjuk duta besar RI di New Delhi, LN. Palar untuk membentuk Exille Government of Republic Indonesia di New Delhi, India. Exille Government dimaksudkan sebagai pemerintah resmi di suatu negara karena alasan tertentu tidak dapat menggunakan kekuatan legalnya.

Namun, hal ini tidak terjadi karena PDRI sudah terbentuk pada 22 Desember 1948. Sejak saat itu, tokoh – tokoh PDRI menjadi incaran Belanda. PDRI tak gentar atas ancaman serangan Belanda. Melalui pembentukan lima wilayah militer yaitu Aceh, Tapanuli, Riau, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan, dilakukan perlawanan terhadap Belanda yang dibantu oleh laskar di Jawa.

Serangan Belanda yang terus dilancarkan justru mendapat kecaman dunia. PBB mendesak Belanda untuk membebaskan para pemimpin Indonesia dan mematuhi Perjanjian Renville. Belanda pun membebaskan Soekarno dan Hatta pada 6 Juli 1949. Pemerintahan kembali pulih pada 13 Juli 1949. Antara Belanda dan Indonesia kemudian menyepakati perjanjian Roem Royen.

KELUAR