Senin, 07 Jul 2025
  • Selamat Datang di Website Resmi SMAN 13 Semarang

Sarekat Islam: Sejarah, Perkembangan, dan Perpecahan Organisasi Pergerakan Nasional

Sarekat Islam yang sebelumnya bernama Sarekat Dagang Islam merupakan salah satu organisasi di masa awal yang muncul pada masa pergerakan nasional. Sarekat Dagang Islam didirikan oleh H. Samanhudi pada 16 Oktober 1905.

Latar Belakang Pendirian

Sarekat Dagang Islam (SDI) didirikan pada 16 Oktober 1905 oleh H. Samanhudi di Solo untuk melindungi kepentingan pedagang Muslim pribumi yang mengalami diskriminasi dan kesulitan bersaing dengan pedagang Tionghoa yang mendapat perlindungan pemerintah kolonial. Pada awal abad ke-20, masyarakat pribumi menghadapi ketimpangan ekonomi akibat kebijakan kolonial yang lebih menguntungkan pengusaha Eropa. Sistem tanam paksa yang baru berakhir juga meninggalkan kesenjangan sosial yang memperburuk kondisi ekonomi rakyat.

Pada tahun 1912, H.O.S. Tjokroaminoto bersama Hasan Ali Surati mengembangkan organisasi ini menjadi Sarekat Islam (SI) di Surabaya, memperluas perjuangannya dari ekonomi ke ranah sosial dan politik. Selain mereka, tokoh penting lainnya seperti H. Agus Salim, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Abdul Muis turut berkontribusi dalam membangun kesadaran nasionalisme dan memperjuangkan hak-hak rakyat pribumi melalui pergerakan SI.

Perkembangan Sarekat Islam

Pendirian Sarekat Islam bertujuan untuk menggalang kerja sama serta memajukan pedagang Islam agar mampu bersaing dengan pedagang Tionghoa yang saat itu mendominasi sektor ekonomi. Selain bidang ekonomi, Sarekat Islam juga memiliki misi sosial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi. Dalam perkembangannya, Sarekat Islam tidak hanya berkembang di Pulau Jawa, tetapi juga menyebar ke berbagai daerah di Nusantara. Keanggotaan organisasi ini terbuka bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa memandang latar belakang suku atau status sosial.

Pada Januari 1913, Sarekat Islam menegaskan bahwa organisasi ini bukan partai politik, melainkan sebuah gerakan sosial dan ekonomi berbasis keagamaan. Namun, hal ini tidak berarti bahwa Sarekat Islam apatis terhadap perkembangan politik. Sebaliknya, Sarekat Islam memiliki kesadaran politik yang kuat, dengan menjadikan Islam sebagai landasan dalam memperjuangkan keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat. Islam diyakini sebagai agama yang mengakui pluralitas dan menekankan prinsip keadilan serta kesejahteraan bersama.

Sarekat Islam mengalami perkembangan pesat hingga memperoleh status badan hukum pada tahun 1916. Pada tahun yang sama, organisasi ini telah membuka 181 cabang di seluruh Indonesia dengan jumlah anggota mencapai sekitar 700.000 orang. Seiring meningkatnya kesadaran nasional, keanggotaan Sarekat Islam melonjak hingga mencapai 2 juta orang pada tahun 1919. Selain itu, setelah pemerintah kolonial memperbolehkan pembentukan partai politik, Sarekat Islam turut mengirimkan wakilnya ke Volksraad pada tahun 1917, menjadikannya salah satu organisasi pribumi pertama yang berpartisipasi dalam lembaga perwakilan resmi kolonial. Dengan demikian, Sarekat Islam tidak hanya berperan dalam bidang ekonomi dan sosial, tetapi juga turut serta dalam perjuangan politik menuju kemerdekaan Indonesia.

Perpecahan Sarekat Islam

Sarekat Islam mengalami perpecahan pada tahun 1929 akibat perbedaan ideologi di dalam organisasi. Pengaruh paham sosialisme mulai masuk ke dalam Sarekat Islam sejak tahun 1913 melalui Henk Sneevliet, seorang aktivis sosialis Belanda. Pada tahun 1914, Sneevliet mendirikan Indische Social Democratische Vereeniging (ISDV) di Semarang, yang kemudian menjadi wadah penyebaran gagasan sosialisme dan komunisme di Hindia Belanda. Pengaruh ISDV semakin kuat dalam Sarekat Islam setelah Semaun, seorang tokoh muda, mulai memimpin organisasi cabang di Semarang dan menyebarkan ajaran komunisme di dalamnya.

Semaun menolak Sarekat Islam mengirim anggotanya ke Volksraad (Dewan Perwakilan Rakyat), karena menganggap lembaga tersebut merupakan bagian dari sistem kolonial yang harus dilawan. Seiring waktu, pengaruh Semaun semakin besar dan menimbulkan perpecahan internal. Sarekat Islam akhirnya terpecah menjadi dua kubu, yakni Sarekat Islam Merah yang berhaluan kiri dan dipimpin oleh Semaun, serta Sarekat Islam Putih yang berhaluan kanan dan tetap setia pada nilai-nilai Islam di bawah kepemimpinan H.O.S. Tjokroaminoto.

Perpecahan ini berdampak besar terhadap pergerakan nasional Indonesia. Sarekat Islam Putih tetap fokus pada perjuangan nasionalisme berbasis Islam, sementara Sarekat Islam Merah beralih menjadi bagian dari gerakan komunis yang semakin berkembang di Hindia Belanda. Akibatnya, Sarekat Islam kehilangan kekuatannya sebagai organisasi pemersatu rakyat pribumi. Pemerintah kolonial memanfaatkan situasi ini untuk melemahkan gerakan nasionalis dengan memperketat pengawasan terhadap Sarekat Islam dan kelompok komunis. Selain itu, konflik internal ini juga menyebabkan munculnya perpecahan lebih luas dalam gerakan kebangsaan, yang berlanjut hingga periode berikutnya.

KELUAR