Oleh : Musyarofah, S.Pd.
CGP Angkatan 8 Kota Semarang
Perkembangan globalisasi pada abad 20 ini menuntut manusia untuk melek teknologi. Mudahnya manusia dalam mengakses informasi teknologi, mengakibatkan pengaruh asimilasi budaya barat. Hal ini menyebabkan banyaknya nilai-nilai budaya barat yang masuk dalam nilai-nilai budaya local (Siregar dan Nadiroh, 2016).
Globalisasi ini menyebabkan krisis moral di kalangan anak-anak sampai remaja yang notabenya masih duduk di bangku sekolah. Sikap krisis moral antara lain: kurangnya tingkat kesopanan, disiplin, tingkah laku, akhlak (pergaulan bebas), serta pancasila yang rendah. Moral ini dibentuk dari kebiasaan atau pengaruh lingkungan sekitar tanpa pandang bulu, usia, waktu, bahkan tempat. Hal ini menjadi sebuah keprihatinan kita untuk menggerakkan budaya positif di berbagai lini kehidupan masyarakat terutama di Sekolah.
Budaya positif adalah sikap, nilai, kepercayaan, dan praktik-praktik yang menciptakan lingkungan yang mendukung dan memotivasi orang untuk berkembang dan berkontribusi secara positif (berbaso.com)
Penerapan Budaya positif sesuai dengan nilai-nilai profil pelajar Pancasila ini berasal dari marwah pakar filosofi Pendidikan, Ki Hadjar Dewantara, bahwa Pendidikan yang berpihak pada murid. Menuntun murid dengan falsafah Ki Hadjar Dewantara sebagai pedoman, memperhatikan kodrat alam dan kodrat zaman murid lalu menginternalisasi nilai-nilai luhur Pancasila dalam proses pendidikan.Hal ini sebagai langkah nyata dalam upaya mewujudkan Profil Pelajar Pancasila. Antara lain: beriman, bertakwa pada Tuhaan YME, kemandirian, bernalar kritis, kreatif, bersifat kebhinekaan dan bergotong-royong. Nilai-nilai tersebut menjadi dasar pembiasaan positif (kompasiana.com).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka kajian dalam makalah ini yaitu mengimplentasikan budaya positif di sekolah.
Di tengah – tengah arus globalisasi ini budaya kebarat – baratan
(westernisasi) merupakan salah satu yang menyebabkan budaya Indonesia (lokal)
pudar. Dikarenakan banyaknya nilai – nilai budaya barat yang masuk ke dalam nilai
– nilai budaya Indonesia (lokal). (Siregar & Nadiroh, 2016
Aksi nyata budaya positif di SMA 13 Semarang dapat terlaksana berkat dukungan berbagai kalangan di sekolah baik guru, siswa, teman sejawat. Sebagai calon guru penggerak dari SMA 13 Semarang, Musyarofah, dan fasilitator, Bapak Ernawan dan Bapak Suryonoto, juga turut andil dalam mengaplikasikan budaya positif di Sekolah sesuai dengan konsep Ki Hadjar Dewantara.
Langkah pertama yang dilakukan yang kami lakukan adalah kami menyampaikan rencana diseminasi Budaya Positif yang diajukan oleh CGP SMA Negeri 13 Semarang. Selanjutnya kami mempersiapkan kegiatan diseminasi yang meliputi, materi dalam bentuk power point, undangan, daftar hadir, dan lain – lain. Kami juga melakukan koordinasi dengan tim terkait diantaranya tim sarana prasarana, tim multimedia, tim konsumsi, dan lain– lain. Sasaran Diseminasi Budaya Positif ini adalah Bapak Ibu Guru Tenaga Pendidik dan Kependidikan SMA Negeri 13 Semarang sejumlah 50 orang dan dihadiri oleh Kepala SMA Negeri 13 Semarang.
Kegiatan Diseminasi Budaya Positif dilaksanakan pada hari Kamis, 20 Juli 2023, di SMA 13 Semarang, dan dihadiri oleh kepala sekolah dan seluruh pendidik dan tenaga kependidikan. Dalam sambutannya, kepala sekolah menyampaikan bahwa Diseminasi Budaya Positif merupakan kegiatan berbagi praktik baik yang dilakukan oleh CGP SMA Negeri 13 Semarang. Yang harapannya dapat mengimplementasikan Budaya Positif di SMA Negeri 13 Semarang. Kepala Sekolah juga menyampaikan akan terus mendukung apabila dari CGP akan ada kegiatan yang berkenaan dengan kegiatan pengembangan pembelajaran. Peserta seminar antusias menyimak materi seminar hingga seluruh materi selesai disampaikan oleh CGP.
Rangkaian kegiatan Aksi Nyata dalam Diseminasi Budaya Positif yang dilakukan oleh CGP SMA Negeri 13 Semarang. Dari kegiatan tersebut menghasilkan pemahaman dari pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah mengenai implementasi Budaya Positif yang menciptakan pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan serta berpihak pada murid. Lebih khususnya terwujudnya keyakinan kelas dan dan restitusi.
Segitiga restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Sedangkan keyakinan kelas merupakan merupakan nilai-nilai kebaikan atau prinsip-prinsip yang disepakati secara universal. Orang akan lebih semangat atau tergerak untuk melaksanakan keyakinannya daripada hanya mengikuti aturan. Hal ini sesuai dengan keyakinan Ki Hadjar Dewantara bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan pelajar Pancasila.
Kegiatan diseminasi Budaya Positif menjadi media pembelajaran baik CGP maupun siswa. Hal yang didapat dari aksi nyata ini adalah perubahan sikap budaya positif. Adanya kolaborasi dan implementasi dari keyakinan sekolah merupakan bentuk diterimanya implementasi budaya di sekolah yang berjiwa Profil Pelajar Pancasila.
Kami CGP dari SMA Negeri 13 Semarang terus bekerja sama dan berkolaborasi untuk dapat terlaksananya kegiatan Diseminasi ini. Harapan kedepannya, kami juga dapat berkolaborasi dengan semua stakeholder sekolah untuk terus dapat mengimplementasikan Budaya Positif di SMA Negeri 13 Semarang.
Setelah melakukan impelentasi budaya positif, dilakukan evaluasi dan refleksi sebagai dari upaya memajukan program ini. Rencana ke depannya, akan terus berinovasi dalam menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan berpihak pada siswa sesuai dengan konsep Ki Hadjar Dewantara. Konsep ini mengarahkan pentingnya Pendidikan dan memberikan pelayanan terbaik kepada siswa sesuai dengan keyakinan di Sekolah.
Bentuk refleksi dari program ini yaitu sebuah harapan akan terus adanya perbaikan dalam mengimplementasikan Budaya Positif di sekolah. Kami terus melakukan kolaborasi bersama Kepala Sekolah, teman CGP SMA Negeri 13 Semarang, dan seluruh Bapak Ibu guru SMA Negeri 13 Semarang untuk mengikuti pelatihan, belajar mandiri dari berbagai sumber terkait pengembangan pembelajaran yang berpihak pada siswa. Serta berupaya terus dapat mengimplementasikan Budaya Positif di sekolah melalui keyakinan kelas demi terwujudnya generasi yang berjiwa profil pelajar pancasila.
https://guru.kemdikbud.go.id/bukti-karya?tab=eksplor
TAMMASALAA.COM: HAL POSITIF DARI PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA DI BUDAYA MANDAR
https://www.ardikabelajar.com/2021/10/rangkuman-materi-modul-guru-penggerak.html#point4
Siregar dan Nadiroh. 2016. Peran Pelajar dalam menerapkan nilai budaya suku Sasak dalam memelihara lingkungan.
Gossen; 2004. Materi dan Modul LMS Guru Penggerak Modul 1.4 Budaya Positif 2021.